Sachrul Iswahyudi,ST.,MT. yang juga anggota IAGI (https://www.iagi.or.id) memaparkan beberapa hari terakhir banyak diramaikan oleh berita kecelakaan yang terjadi di salah satu sumur panasbumi Dieng. Kecelakaan tersebut menimbulkan satu korban jiwa dan beberapa yang harus dilarikan ke rumah sakit. Diduga mereka atau beberapa menghirup gas beracun yang keluar dari sumur panas bumi. Kondisi yang terjadi di banyak lapangan panas bumi memang demikian, yaitu banyak mengandung gas-gas yang bersifat racun jika melebihi ambang batas yang bisa ditoleransi tubuh manusia, seperti gas CO CO2, H2S, SO2 dan lain lain.

Kecelakaan yang terjadi pada Sabtu 12 Maret 2022 berlokasi di Dieng, Batur, Banjarnegara, Jawa Tengah, tepatnya di Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP). Pada insiden kecelakaan kerja kebocoran gas yng terjadi di sumur pengeboran pada PLTP Dieng, Jawa Tengah, disebabkan karena saat kejadian relief valve terbuka secara otomatis. di bawah standar tekanan yang seharusnya. Kebocoran gas yang terjadi tersebut, tidak mengganggu aktivitas di Kawasan wisata Dieng hal tersebut dikarenakan sebab objek wisata Dieng jaraknya jauh dari lokasi kejadian. sehingga warga tidak perlu dikhawatirkan terjadi gas beracun susulan, ungkap Koordinator Sistem Informasi Unsoed Ir.Alief Einstein,M.Hum. usai pemaparan Dosen Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik Unsoed Sachrul Iswahyudi,ST.,MT. pada hari Senin 14 Maret 2022. Selanjutnya Pihak perusahaan, dalam hal ini Geodipa, telah mengeluarkan keterangan yang menyebutkan bahwa kecelakaan tersebut terkendali dan tidak menimbulkan kerugian lebih lanjut. Aparat keamanan juga masih terus melakukan investigasi lanjutan mengenai kecelakaan ini.

Konsentrasi gas-gas beracun yang tinggi di Dieng mengingatkan akan “Tragedi Sinila” Tahun 1979 yang merenggut 149 korban jiwa akibat terpapar gas beracun melebihi ambang. Saat tekanan menurun (salah satunya misalnya saat instalasi sumur panasbumi terbuka) maka gas-gas akan ikut naik ke atas mencapai permukaan. Kecelakaan ini mungkin tidak hanya menimbulkan kerugian material tapi bisa juga immaterial berupa kekuatiran akan kecelakaan serupa yang akan terjadi di masa datang yang dapat menjangkau masyarakat setempat.

Selain itu ahli Geokimia Sachrul Iswahyudi,ST.,MT. menjelaskan bahwa keluaran gas-gas beracun tidak saja terjadi pada sumur-sumur panasbumi, tapi juga bisa terjadi di kawah-kawah yang banyak terdapat di Dieng. Berkaca pada kejadian kecelakaan tersebut, upaya mitigasi terus-menerus dan lebih masif yang lebih luas di lokasi Dieng yang bertujuan untuk mengurangi kerugian atau resiko atas kemungkinan bencana alam yang akan timbul di masa datang, mutlak diperlukan, mengingat kondisi lokasi Dieng yang sangat dinamis, padat penduduk, sentra produksi pertanian kentang, dan destinasi wisata yang ramai pengunjung. Upaya mitigasi yang akan dilakukan tergantung kondisi lokal setempat yang ada.

Sachrul Iswahyudi,ST.,MT. menambahkan bahwa pola pertanian masyarakat yang sebagian besar berupa tanaman kentang juga perlu dipertimbangkan untuk dilakukan pola tumpang sari atau perselingan dengan tanaman produksi lain yang lebih besar dan tinggi, yang bertujuan menghambat laju alir gas jika gas keluar. Hal tersebut pernah diupayakan beberapa tahun yang lalu, melalui upaya perselingan tanaman kentang dan kopi. Lahan juga tidak dibiarkan gundul, karena gas-gas akan mudah mengalir ke atas jika tidak ada penahan tanaman di permukaan. Di tempat-tempat yang rawan keluaran gas yang tinggi, seperti kawah, juga perlu dipertimbangkan melakukan penanaman tumbuhan penangkal polusi yang telah dikenal selama ini. Hal ini tetap perlu dilakukan penelitian terlebih dulu, apakah tanaman-tanaman tersebut efektif untuk menangkal gas-gas beracun, atau ada jenis tanaman lain yang lebih baik untuk lokasi tersebut, kata Sachrul Iswahyudi,ST.,MT. yang saat ini sedang studi lanjut S3 di Teknik Geologi UNPAD, Bandung.

Penelitian-penelitian yang dilakukan di lokasi panasbumi juga perlu terus-menerus dan lebih masif dilakukan untuk mendapatkan informasi yang lebih rinci terkait karakter sistem atau lapangan panasbumi. Informasi-informasi tersebut diperlukan untuk pengelolaan lapangan panasbumi yang lebih akurat, termasuk upaya mitigasi bencana untuk masyarakat yang lebih baik. Akhirnya, upaya mitigasi perlu melibatkan masyarakat agar program dan strategi yang yang dilakukan mendapat dukungan yang lebih luas, kata Sachrul Iswahyudi,ST.,MT. yang Tesis S2 nya di ITB mengenai Geokimia Panas Bumi

By admin